Pariwisata “Super Premium” dan Benturan Kepentingan - FloresMerdeka

Home / Mimbar Demokrasi

Senin, 13 Desember 2021 - 11:54 WIB

Pariwisata “Super Premium” dan Benturan Kepentingan

Foto :ilustrasi

Foto :ilustrasi

(Seminar Peringatan Hari HAM se-Dunia-bagian I)

Dalam rangka menyongsong peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM), Pariwisata  super premium memiliki dua aspek penting yakni kebijakan dan peran pemerintah (pusat) dan implementasinya pada tataran kegiatan pembangunan. Pertama, dari sisi kebijakan dan peran pemerintah (pusat), kebijakan ini  baik, karena pemerintah mau menggerakan pembangunan di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar) khususnya dan Flores umumnya agar terjadi percepatan pemerataan pembangunan. Dengan harapan terjadi juga pemerataan kesejahteraan. 

Menjadikan Labuan Bajo sebagai tujuan wisata super premium berarti pemerintah mau mengembangkan pusat pembangunan baru, pusat ekonomi baru di Indonesia yang selama ini terkesan sangat sentralistik. Dengan menjadikan wilayah ini sebagai tujuan wisata super premium, pemerintah menaikan tidak hanya status, tetapi juga kualitas pelayanan kepada wisatawan. Itu berarti, fasilitas dan manusia pramuwisata harus berkualitas super pula.

Dengan demikian, biaya wisata atau retribusi menjadi lebih mahal dan mutatis mutandis meningkatkan pendapatan negara dan daerah. Pendapatan yang meningkat, diharapkan menignkatkan kesejateraan  rakyat. Penyediaan fasilitas dan manusia pramuwisata yang super premium membutuhkan dana yang sangat banyak. Negara tentu tidak dapat melakukannya sendiri. Karena itu, negara membutuhkan pihak swasta atau investor pengembang untuk menyediakan segala sesuatu yang diperlukan bagi suatu wisata super premium.

Dengan demikian, untuk menjadikan Labuan Bajo dan Flores sebagai tujuan wisata super premium, negara dalam hal ini pemerintah membutuhkan investasi yang besar dan untuk itu ia perlu menggandeng pihak swasta atau investor/pengembang untuk melaksanakan kebijakan wisata super premium.

Dalam konteks ini, benturan di masyarakat sering sulit dihindari. Karena, penyediaan fasilitas yang super premium untuk wisatawan, tidak terjadi di ruang kosong, tetapi membutuhkan lahan bagi penyediaan fasilitas. Benturan yang dapat langsung terjadi yaitu persoalan mengenai hak atas tanah.

Flores ini kecil saja, maka tidak ada lagi lahan yang tidak bertuan. Semua lahan sudah dimiliki, entah secara komunal sebagai suatu ulayat, entah secara pribadi. Jika diamati, situasi di lapangan menunjukkan bahwa dengan menjadikan Labuan Bajo dan Flores  sebagai satu tujuan wisata dunia sejak tahun 2013, konversi lahan bahkan terjadi perampasan lahan dalam jumlah besar mulai terjadi.

Keprihatinan ini telah disampaikan melalui berbagai kegiatan pencerahan dan workshop mengenai hak atas tanah di beberapa kecamatan di Manggarai Barat seperti di Kecamatan Komodo dan Kecamatan Boleng. Hasil yang diharapkan dari pencerahan dan workshop ini adalah bahwa masyarakat, dalam konteks kebutuhan lahan untuk pengembangan pariwisata, tidah harus menjual tanahnya tetapi dapat membuat kontrak sewa pakai atau kontrak kerja sama pengembangan dengan menjadikan tanahnya sebagai modal bagi usaha pengembangan pariwisata tersebut.

Tetapi disadari bahwa sangat jarang bahkan tidak ada investor yang mau bekerjasama dengan masyarakat pemilik lahan untuk membangun usahanya. Kalau pun ada perjanjian sewa pakai atau perjanjian kerja sama misalnya, perjanjian itu dibuat untuk memperlihatkan bahwa investor sangat menghargai hak masyarakat lokal, namun bila diteliti lebih dalam, tidak ada perjanjian yang sungguh-sungguh adil. Perjanjian dibuat untuk memberi kesan bahwa mereka sangat taat hukum dan menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Yang terjadi sesungguhnya adalah privatisasi atas asset-asset masyarakat dan negara. Kondisi ini sedang terjadi di Labuan Bajo.

Pengamatan Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC)-Society Verbi Divini (SVD), Ruteng bersama mitra kerja dari hasil studi memperlihatkan bahwa kebijakan wisata super premium dari pemerintah Jakarta, entah disadari atau tidak, ternyata membocengi para investor yang membuat privatisasi asset tidak dapat dihindari. Studi itu memperlihatkan bahwa Labuan Bajo dan sekitarnya serta Taman Nasional Komodo (TNK) sedang diprivatisasi dengan adanya penyerahan hak pengelolaan Taman Nasional Komodo kepada sejumlah perusahaan swasta seperti Komodo Tourism Wildlife (KTW).

Beberapa objek wisata vital yang selama ini ramai dikunjungi wisatawan, seperti Pulau Rinca, Pulau Padar dan Pulau Komodo ditengarai diserahkan kepada sejumlah perusahaan swasta untuk mengelolanya. Itu sebabnya, boleh dibilang kebijakan wisata super premium ini memboncengi investor untuk privatisasi asset.  Hal ini bukan menjadi rahasia lagi. Aksi protes oleh para pramuwisata di Labuan Bajo beberapa waktu lalu, sesungguhnya memprotes penyerahan hak kelola objek wisata kepada perusahaan tertentu.

Kehadiran para investor untuk mendukung pelaksanaan kebijakan wisata super premium menimbulkan euphoria yang luar biasa dengan  pariwisata. Banyak orang termasuk para investor datang ke Labuan Bajo dan sekitarnya berebutan membeli tanah masayarakat, tidak hanya di pantai tetapi juga di pegunungan. Bahkan hutan (lindung) dan daerah resapan air dan tangkapan hujan pun dibeli untuk pembangunan villa-villa wisata. Bagaimana kita tidak mengatakan tidak ada privatisasi. Semuanya telanjang di depan mata kita.

Kebutuhan lahan untuk pengembangan wisata tidak bisa menghindarkan privatisasi lahan dan maraknya jual beli tanah. Hal ini telah menyebabkan nilai tanah meningkat secara signifikan di daerah ini.  Banyak warga yang menjual tanahnya, bahkan  sampai menjual tanah orang lain atau tanah ulayat tanpa sepengetahuan pemiliknya atau pemangku ulayat lainnya.

Akibatnya, konflik dan kekerasan terkait hak atas tanah tidak dapat dihindarkan. Seperti yang pernah terjadi pada Januari tahun 2017 lalu dan peristiwa di Golo Mori yang menyebabkan 21 orang ditahan dengan macam-macam tuduhan. Wisata super premium datang bagaikan wela bombang alias gelombang besar yang menerjang Labuan Bajo dan Flores tanpa pandang bulu. Dengan demikian, kebijakan yang demikian mulia tujuannya itu, tidak cukup menyakinkan akan membuat masyarakat lokal sejahtera. Karena euphoria wisata super premium hanya terjadi di hilir.

Seluruh pembangunan fasilitas wisata yang super premium adalah pembangunan di daerah hilir. Masyarakat lokal di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya yang lebih dari 70% masih hidup dari bertani dan berbagai usaha subsistem lainnya. Gap atau jurang antara masyarakat lokal dan para pengembang wisata akan semakin besar. Pembangunan di hilir harus dibarengi dengan pembangunan di hulu atau pembangunan  pariwisata yang didukung oleh pertanian dan perikanan harus sungguh-sungguh dilakukan.

Inovasi dibidang pertanian dan usaha subsistem lain tidak bisa tidak, harus dilakukan karena bagaimanapun, wisatawan dan para pengembang wisata tetap butuh makan yang bahan bakunya diproduksi oleh para petani, peternak atau nelayan. Sayang, yang terjadi di Labuan Bajo dan sekitarnya, inovasi pertanian dan lainnya tidak segaung pengembangan pariwisata yang super premium.

Dampaknya, masyarakat merasa tanahnya tidak terlalu penting untuk hidup  sehingga harus dijual untuk dapat uang supaya bisa hidup. Sementara, suplay kebutuhan pokok untuk wisatawan  lebih banyak didatangkan dari luar. Jika demikian, maka wisata super premium tidak banyak manfaatnya untuk masyarakat lokal.

Untuk itu. pemerintah lokal baik pemerintah Manggarai Barat maupun pemerintah lainnya harus benar-benar memberi perhatian yang besar pada pembangunan di hulu. Biarkan pemerintah Jakarta yang mengurus wisata super premium, sedangkan pemerintah lokal membantu masyarakatnya dengan berbagai inovasi dibidang pertanian dan usaha subsistem lain untuk memproduksi bahan kebutuhan pokok bagi para wisatawan yang menginap di hotel-hotel yang berada di hilir.

Sederhananya, para petani harus dibantu untuk mengelola lahannya dengan teknologi yang tepat tetapi ramah terhadap lingkungan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem yang ada. Pemerintah lokal sebagai pihak yang paling bertanggungjawab di daerah harus menjadi penggerak utama pembangunan yang integratif itu. Kerjasama sama dengan berbagai pihak masyarakat dan pihak swasta lainnya harus dibuat dengan fokus di hulu pembangunan yakni dibidang-bidang yang berkaitan dengan mayoritas maasyarakat yang menjadi pendukung utama pembangunan pariwisata super premium.

Misalnya kerjasama dengan berbagai stakeholder/pemangku kepentingan seperti institusi-institusi agama seperti Gereja Katolik dan Islam sangat penting di wilayah ini.  Harapan ini diletakan pada pundak para bupati dan DPRD yang diplih oleh rakyat untuk mengurus kepentingan mereka. Mereka harus memberi perhatian utama pada bidang yang ada dihulu pembangunan dengan  menggerakan semua kekuatan di wilayah ini untuk sungguh-sungguh membangun di daerah hulu, sehingga pariwisata super premium tidak menjadi “wela bombang” yang menerjangmusnahkan masyarakat lokal.

Strategi pembangunan integratif yang sedang dilakukan di Labuan Bajo dan Manggarai pada umumnya sangat penting bagi pengembangan masyarakat. Pembangunan Integratif ini mambuat pemerintah lokal harus membuat ladang dan sawah,  kandang-kandang ternak, perahu-perahu ikan para nelayan lokal menjadi super premium dan super prioritas bagi para petani, peternak dan nelayan kita di desa-desa.

Sebab, pemerintah sebagai wakil negara adalah pihak paling berkompeten atau pihak yang lebih memiliki kapasitas untuk berada di hulu dan membangun dari sana. Jika demikian, maka kebijakan wisata super premium sungguh menjadi berkah. Jika tidak, maka hanya akan menjadi kutuk bagi masyarakat lokal di daerah ini, di mana, terjadi lonto ata long, long ata lonto. Inilah wela bombang yang sedang menerjang dengan ganasnya di pesisir pembangunan pariwisata super premium.*(Kornelis Rahalaka)

         

Share :

Baca Juga

Wabup Mabar dr. Yulianus Weng

Mimbar Demokrasi

Pemda Mabar Akan Rumah-kan Tenaga Honda

Demokrasi Mabar

Sil Syukur Berjanji Sejahterakan Para Petani

Demokrasi Mabar

Golkar Optimis Edi-Weng Menang Pilkada Mabar

Mimbar Demokrasi

Pembangunan harus Berpusat pada Rakyat
Sil Joni

Demokrasi Mabar

Ritual Pendaftaran dan Politik Mobilisasi Massa

Demokrasi Mabar

Deklarasi dan Strategi Pemasaran Paslon

Demokrasi Mabar

Edistasius Endi: Kami Total Bangun Manggarai Barat

Demokrasi Mabar

Lima Tahun, Rakyat Hanya Menikmati Madu Janji