Ritual Pendaftaran dan Politik Mobilisasi Massa - FloresMerdeka

Home / Demokrasi Mabar / Mimbar Demokrasi

Jumat, 4 September 2020 - 11:41 WIB

Ritual Pendaftaran dan Politik Mobilisasi Massa

Sil Joni

Oleh Sil Joni

Gaung ‘pesta politik’ Pilkada Mabar membelah angkasa. Tahap pendaftaran pasangan calon (Paslon) di KPUD yang secara resmi dibuka hari ini, Jumat (4/9/2020), menjadi momentum perdana ‘penyaluran’ euforia berpesta secara massal itu. Betapa tidak, ritual pendaftaran dikemas secara kolosal, melibatkan massa dalam jumlah yang banyak.

Tidak hanya itu, momen registrasi ini dipakai juga untuk menggelar ‘ritual’ yang tidak kalah hebohnya, yaitu ‘deklarasi paslon’. Itu berarti tajuk acara politik hari ini adalah pendaftaran dan deklarasi paslon. Agar kegiatan ini memunculkan efek politis yang dahsyat, masing-masing paslon memperlihatkan strategi politik ‘pengerahan massa’ yang mencengangkan.

Tidak heran, aksi pawai dan pekikan massa sepanjang jalan utama begitu semarak dan membahana di Kota Labuan Bajo. Massa yang berjubel itu merupakan ‘mahakarya’ dari para tim pemenangan yang secara sistematis ‘memfasilitasi’ arus pergerakan (mobilisasi) tersebut. Tentu saja massa dari setiap kecamatan itu tidak ‘muncul begitu saja’ di kota ini. Mereka pasti ‘dibiayai’ oleh masing-masing paslon. Ongkos transportasi dan akomodasi (makan-minum) ditanggung oleh paslon dan para broker politik itu.

Massa itu hanya menyiapkan waktu, tenaga, dan spirit untuk memberikan ‘tepuk tangan meriah’ ketika paslon berorasi atau bersorak riang tatkala paslon melambaikan tangan dari atas mobil prosesi menuju Kantor KPUD. Para kapitalis lokal (pemilik kendaraan, pengusaha rumah makan) kecipratan ‘rejeki’ dalam ritual pendaftaran dan deklarasi paslon ini.

Sudah pasti bahwa ‘acara politik’ semacam ini menelan ongkos yang sangat fantastis. Semakin banyak massa yang dihadirkan (dimobilisasi), tentu semakin besar ‘kapasitas finansial’ yang dipunyai para paslon itu. Tinggal dihitung saja paslon mana yang jumlah massanya paling banyak, maka itulah paslon yang mengandalkan ‘kekuatan uang’ dalam kontestasi Pilkada ini.

Karena itu, tidak perlu dibangga-banggakan jika ada paslon yang sukses ‘mengerahkan’ ribuan massa untuk menghadiri kegiatan pendaftaran dan deklarasi tersebut. Politik pengerahan massa semacam itu bukan sebuah ‘prestasi politik’ yang spektakuler, tetapi justru mempertegas hipotesis bahwa ‘kekuatan uang’ begitu dominan dalam kompetisi politik ini. Pengerahan massa adalah sebuah pameran akan ‘kapital politik’ yang berwatak pragmatis dan konsumeristis.

Kontras dengan ‘pesta politik’ yang mewah itu, beberapa kampung di Mabar sudah ‘dihantam isu kelaparan’ akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Sebagian warga ‘menjerit’ kelaparan, tetapi para paslon dan para “pedagang politik” justru memilih untuk ‘menggelar’ acara mewah demi mendapatkan efek elektoral dalam kontestasi politik.

“Sayangnya kita lebih memilih ‘membiayai sebuah ritual politik’ ketimbang menerapkan politik kepedulian terhadap mereka yang terpinggirkan.”

SIL JONI

Kita coba membuat kalkulasi (estimasi) sederhana. Jika setiap paslon mengeluarkan biaya minimal Rp. 100 juta untuk acara pendaftaran dan deklarasi ini, maka itu berarti dalam waktu 2-3 hari, uang sebanyak 400 juta ‘dihamburkan’ untuk menyukseskan ritual pendaftaran tersebut. Saya kira, uang sebanyak 400 juta itu, tentu sangat berarti bagi warga yang ‘menderita kelaparan’ saat ini.

Tetapi, sayangnya kita lebih memilih ‘membiayai sebuah ritual politik’ ketimbanng menerapkan politik kepedulian terhadap mereka yang terpinggirkan. Saya tidak tahu pasti apakah ada semacam persyaratan bahwa jika masa pendaftaran di KPUD tiba, setiap paslon ‘wajib’ didampingi dan mengerahkan massa sebanyak mungkin? Apakah ada aturan khusus bahwa disamping acara pendaftaran, paslon ‘harus’ menggelar acara deklarasi? Apa urgensi dan signifikansi dihelatnya ritual deklarasi kolosal di saat pendaftaran? Seberapa besar pengaruh atau efek dari pengerahan massa dan deklarasi ini bagi peningkatan elektabilitas paslon dalam kontestasi ini?.

Sebetulnya, tanpa kehadiran massa itu, kegiatan pendaftaran tetap berjalan normal. Mengapa? KPUD tentu tidak akan memverifikasi soal massa yang dibawa Paslon. Massa itu tidak menjadi ‘rujukan atau patokan’ apakah berkas dokumen paslon diterima atau tidak. Yang diterima dan diteliti oleh KPUD adalah berkas-berkas administrasi dari paslon sesuai dengan regulasi teknis yang berlaku.

Lalu, untuk apa sebenarnya para paslon itu ‘menghadirkan massa’ untuk menyaksikan, melihat, dan mengikuti proses pendaftaran tersebut? Apakah mereka ‘kurang percaya diri’ jika tidak didampingi oleh massa yang banyak itu?

Bagi saya, politik pengerahan massa tidak menjadi faktor determinan ‘kehebatan paslon’. Keunggulan politisnya sama sekali tidak ditakar dari seberapa banyak ‘kepala’ yang dimobilisasi guna menghadiri ritual pendaftaran dan deklarasi. Semuanya itu hanya mau menunjukkan bahwa paslon dan pendukungnya ‘memiliki modal financial’.

Saya kira elemen fiskal itu cuma ‘atribut tambahan’ saja.Yang paling penting adalah kita ingin menggeledah dan membidik figur pemimpin yang bermutu, berintegritas, punya visi misi dan program kerja yang lebih nyata dan berpihak pada kesejahtraan masyarakat.

Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik.

         

Share :

Baca Juga

Demokrasi Mabar

Perluas Pasar UMKM Lokal Labuan Bajo Maksimalkan Akses Pasar Digital

Demokrasi Mabar

Polres Manggarai Berhasil Bekuk Satu Pencuri

Demokrasi Mabar

Alasan Edi Hamsi Dukung Edi-Weng di Pilkada Mabar

Demokrasi Mabar

Bupati-Wabup Mabar Gelar Sidak ke Beberapa SKPD

Demokrasi Mabar

Korupsi Aset Pemda, Kejari Mabar Sita Uang Rp.1,2 Miliar

Demokrasi Mabar

BRI Pusat Rehabilitasi Terumbu Karang di Pink Beach

Mimbar Demokrasi

Penting Penguatan Kapasitas Bawaslu Manggarai Timur

Demokrasi Mabar

Pemerintah dan DPRD Mabar Setujui Dua Ranperda Jadi Perda