Idul Adha, Ber-Qurban dan Solidaritas di Pangabatan - FloresMerdeka

Home / Bumi Manusia

Sabtu, 24 Juli 2021 - 07:40 WIB

Idul Adha, Ber-Qurban dan Solidaritas di Pangabatan

Hewan kurban Idul Adha

Hewan kurban Idul Adha

MAUMERE, FLORESMERDEKA.COM- Momentum dalam meriah-rayakan hari raya Idul Adha (lebaran haji) adalah peristiwa mulia yang dilakukan oleh setiap umat Muslim. Sebab, hari raya Idul Adha dalam pandangan klasik disebut sebagai “Hari Raya Idul Qurban” karena peristiwa itu merupakan hari “tasyriq”.

Semua umat Muslim akan memberikan kurban sebagai wujud syukur kepada yang Trasenden (Tuhan). Secara teologis, Idul Adha adalah hari raya dalam Agama Islam, dimana Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan Putranya Isma’il sebagai bentuk kepatuhan atau menghidupkan nilai solidaritas kepada Allah. Bagi umat Muslim peristiwa ini merupakan momen penting dalam hidup mereka. Dalam hari Idul Adha ini, setiap orang akan menemukan karakter mulia yakni senyum, sapa, salam.

Mereka akan bertukar pikir, berdoa atau ibadah bersama dan saling mengampuni. Mereka merenungkan kembali perbuatan mereka serta berbagi dengan yang berkekurangan. Bawahsannya, siapa pun yang dengan tulus mendoakan keiklasan pemberian orang lain, kebaikan itu akan hadir kembali kepada pendoa yang memberikan intensi doanya tersebut. Dengan berdoa, orang mampu mengaplikasikan dalam hidupnya misalkan berkurban. Ketika manusia berani berkurban sebenarnya ia sudah mampu menghidupkan semangat dan nilai solidaritas.

Sebagai contoh, salah satu ucapan doa yang dapat diberikan kepada orang lain adalah “Selamat Hari Raya Idul Adha. Taqabbalallahu minna wa minkum. Kullu am wa antum bikhair”. Kalimat ini mengandung arti: Semoga Allah SWT menerima ibadah kita dan kalian, dan setiap tahun kalian berada dalam kebaikan, (Kompas, 19/7/21).

Substansi qurban merupakan rutial simbolik bentuk dari Ibadah Haji, umat Muslim melihat qurban adalah bentuk terima kasih kepada Allah atas segala rejeki yang diberikan Tuhan. Mereka secara sadar, tahu dan mau untuk berbagi. Semua hewan qurban yang disembeli secara historis sudah terjadi sejak zaman pra-Islam. Pada zaman dahulu kondisi ini sudah dipraktekan oleh orang-orang Arab dan Yahudi sebagai bentuk syukur mereka terhadap Tuhan Sang Pencipta.

Muhammad Qurasih Shihab menjelaskan bahwa, secara terminologi kata “Qurban” mempunyai arti hewan yang di-qurbankan atau disembeli pada hari raya Idul Adha. Ia mengatakan dinamika Hari Raya Idul Adha, karena adanya prosesi ber-qurban, biasanya dilaksanakan pada waktu “Dhuha” (matahari naik sepenggalahan) selepas sholat Idul Adha yang orientasinya adalah untuk mendekatkan diri pada Allah.

Dalam teologi ajaran Islam, pembicaraan soal Qurban yang kita rayakan sekarang merupakan kejadian dahulu. Ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk ber-qurban dengan memberikan persembahan anaknya sendiri kepada Allah. Hal ini berani dilakukan Ibrahim, karena ia tahu kondisi rumah tangganya. Kegagalan secara biologis yakni tidak mempunyai anak disaat ia menikah dengan Sarah. Sebagai seorang manusia yang lemah ia akhirnya mengambil suatu keputusan untuk menikah lagi. Ibrahim akhirnya menikah dengan Hajar. Hajar adalah seorang perempuan budak dari Mesir, mereka pun dikarunia seorang anak yang kemudian di beri nama Isma’il. Nama Isma’l sendiri artinya Allah mendengarkan doanya.

Shariti dalam karyan “Haji”, juga menjelaskan bahwa, perintah ber-qurban yang kita lakukan sekarang sebenarnya sudah dikenalkan Allah pertama kali yang terjadi pada dua putra Adam, Qabil, dan Habil. Keduanya diperintahkan Allah untuk ber-qurban sebagai solusi alternatif dari perselisihan di antara mereka perihal perjodohan.  Garis cinta yang diceritakan, bahwa Nabi Adam bermaksud menjodohkan Qabil dengan saudara kembar Habil, sedangkan Habil dijodohkan dengan saudara kembar Qibal yang artinya mereka harus bertukar agar mendapatkan keadilan. Namun, frame yang dirancang digagalkan oleh Qibal sendiri ia ingin menikahi saudara kembarnya sendiri. Sebab, secara fenomenologi muncul satu perasaan terselubung bahwa saudaranya itu memiliki wajah yang lebih cantik.

Lalu bagaimana kita melihat nilai ber-Qurban dan Solidaritas itu? Secara implisit, sebenarnya tindakan ber-qurban ialah identitas nyata dari penghayatan nilai solidaritas sendiri. Sebelum mengkaji lebih jauh, penulis ingin mengkisahkan sedikit soal momen Idul Adha yang dialami. Dalam hari raya Idul Adha yang terjadi pada hari Selasa kemarin kami Komunitas Pejalan Kaki (KJK) bersama umat Muslim di Pangabatan melakukan ritual ber-qurban di sana. Kami menyembli tiga ekor sapi yang akan dibagikan kepada semua umat Muslim di sana. Jumlah mereka 78 KK, memiliki 4 RT dan masuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Desa Permaan.

Masing-masing secara adil dibagikan 3 kg per-KK. Hewan kurban dalam rupa sapi ini, dibelioleh dr. Nur dan dibagikan kepada mereka. Banyaknya daging sapi setelah dipotong dengan perincian 200 kg isi dan 105 kg tulang. Hidup ditengah pulau yang penuh dengan kekurangan, akhirnya ada ketergerakan hati dari dr. Nur bersama beberapa anggota KJK pergi ke sana untuk sama-sama merayakan itu. Mereka sangat senang dan berterima kasih, bahwa ditengan badai covid-19 masih ada orang yang membantu mereka untuk mensyukuri dalam momen hari Lebaran Haji tersebut.

“Sebenarnya momen berbagi ini bukan terjadi sekarang, ini merupakan tahun yang keenam dan sebelumnya juga dilakukan hal yang sama oleh dr. Nur,” kepada penulis.

Beragam model qurban dalam hari raya Idul Adha yang berujung pada penghayatan nilai solidaritas apa yang akan kita lanjutkan sebagai wujud pemuliaan? Secara rasional dan irasional manusia sadar betul, bahwa jika Allah itu mampu segala-galanya, kenapa Allah masih minta seperti dalam peristiwa Nabi Ibrahim tadi? Apakah Allah ingin mencari keuntungan atau manusia mendapat keselamatan ketika ia mampu mengucapkan syukur dalam bentuk tindakkan mereka?

Ditengah keberagaman, manusia lupa akan rasa syukur, kebersamaan dan rasa kasih sayang/solidaritas. Hilangnya rasa percaya diri dan kemauan untuk menggali lebih jauh soal ritus masing-masing keagamaan mereka. Gagalnya suatu pemahaman dan kekeliruan dengan melihat agama sebatas ritus simbolik saja. Manusia belum secara penuh melihat agama dengan hati. Hari raya dalam ajaran agama masih sebatas peristiwa untuk senang-senang, sehingga bisa saja dalam kesenangan itu mereka melupakan Tuhan yang memberikan mereka rejeki.

Hal ini dibenarkan Feuerbach, bahwa agama sebatas proyeksi manusia, artinya manusia menciptakan Tuhan disaat mereka mengalami kesusahan ketika mereka sudah mendapatkan rejeki dari Tuhan mereka kembali lupa dengan Allah sendiri. Dalam kegembiraan itu manusia harus mengalami juga kehadiran Tuhan, sebab didalam diri manusia ada tiga karakter juga seperti: infinity, will rasio, dan feeling. Tiga karakter ini menurut Feuerbach yang lebih kuat dengan alam bawah sadarnya mereka itu “to be feeling”.

Menurutnya agama itu adalah bentu love atau cinta dengan cinta semuanya menjadi seimbang. Di tengah merambatnya dunia global nilai solidaritas semakin kecil dihayati, manusia lebih kuat hidup dalam budaya individualisme. Mengakarnya karakter ini, mengakibatkan yang miskin tetap miskin atau hidup susah dan yang kaya semakin kaya dan sedikit memberi. Hemat penulis tindakkan solidaritas yang dilakukan oleh Komunitas Jalan Kaki (KJK) adalah penghayatan teologi Inkarnasi.

Mengapa? Kesadaran peristiwa Inkarnasi sebagai fear of divine compression dimana didalam Inkarnasi itu sendiri Allah sendiri terlibat langsung bersolidaritas dengan manusia. Ini kita bisa kembali pada peristiwa yang dikisahkan dalam pargraf sebelumnya. Ditengah penderitaan terutama covid ini, manusia harus berusaha untuk bersolidaritas dengan yang lainnya. Jika hal ini dilakukan oleh Komunitas Jalan Kaki bisa, kenapa kita tidak? *(Chois Bagha)

         

Share :

Baca Juga

Penyerang Paris Saint-Germain (PSG), Kylian Mbappe,

Bumi Manusia

Final Liga Champions Tanpa Penonton, Kylian Mbappe: Ini Aneh

Bumi Manusia

Mengenal Mitos-Mitos Orang Manggarai

Bumi Manusia

Menyelami Jejak Arkeologi Labuan Bajo Di Goa Batu Cermin

Bumi Manusia

Menelisik Tarik Ulur Proyek Geothermal Wae Sano

Bumi Manusia

Korban Meninggal Covid-19 di Manggarai Terus Bertambah

Bumi Manusia

Paradoks Komodo Warisan Dunia (bagian-3)

Bumi Manusia

Belajar Hafal tak Relevan Lagi. (Bagian I) (Kado HARDIKNAS, 2 Mei)
Danau Kelimutu

Bumi Manusia

Pesona Wisata Danau Triwarna Kelimutu