Home / Editorial

Kamis, 29 Oktober 2020 - 16:17 WIB

11 ASN, Lehong dan ‘Keajaiban’ Bupati Matim

Penataan Lehong hasil desain arsitek Firman de Morin. Foto/ist

Penataan Lehong hasil desain arsitek Firman de Morin. Foto/ist

BORONG, FLORESMERDEKA.COMLehong. Sebuah nama. Menyedot perhatian. Menyihir salera. Lehong seperti pantulan cahaya yang sanggup menerangi lorong-lorong gelap. Anyaman jala duka nestapa yang mendamba sejuta harap. Ratap tangis yang merindukan selaksana cahaya menyelamatkan.

Lehong. Sedari awal menjadi sulaman dahaga. Meletakan hasrat. Menabur bulir-bulir rindu agar luput dari belitan luka nana yang sudah menjalar seluruh raga. Karena itu Lehong, ibukota, Kabupaten Manggarai Timur menjadi tanah “terjanji” yang kaya akan “Mana” dan batu yang mengalirkan “air kehidupan”.

Sungguhkah Lehong mengalirkan keajaiban-keajaiban yang menyelamatkan hasrat raga  warganya?

Lehong. Bukan tanpa alasan menjadi pusat pelayanan Ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Jejak-jejak awal lahan itu dipersembahkan untuk sekolah pertanian. Konon ada program pusat di bidang pendidikan.Tugas daerah menyiapkan lahannya.

Namun rencana itu timbul tenggelam bersama hasrat para pejabatnya. Lehong pada awal-awal rencana itu dicuathangatkan sekadar penawar dahaga rakyatnya. Lehong serupa bejana nan indah.Terkulai lemas.Melarat tak terawat.

Tetapi niat luhur para pemangku adat yang telah mengabadikan lahan itu untuk kepentingan umum tidak tergiur. Mereka kukuh pada pendirian. Mereka tetap mengamini filosofi ini, “Air liur yang sudah dibuang tidak mungkin dijilat lagi!”.

Meski riak hasrat sempat mengembara di cela-cela ilalang ‘padang’ itu, tetapi tidak berdampak.Yang terakik cuman kerinduan mendalam agar lahan itu diberdayakan berdasarkan asas manfaatnya. Didayagunakan untuk kepentingan  ‘umat’ yang lebih luas. Di sanalah rindu warga bertautan-tautan. Hasrat rakyat mendapat jawaban yang pas. Tepat benar.

Dan gelora itu terbaca dengan sangat dalam. Karena itu rancangan  menjadi pusat pelayanan administrasi Ibukota Kabupaten Manggarai Timur,racikan Drs. Yoseph Tote, M.Si-Agas Andreas, SH.MHum menjadi ‘sabda’ yang menyelamatkan warganya. Drs.Yoseph Tote, M.Si-Ahas Andreas,SH.MHum, seperti mengulangi daras yang dimadahkan, Asrul Sani. Dia yang hendak mencipta, menciptalah di atas bumi ini.

Drs. Yoseh Tote, M.Si-Agas Andreas,SH.MHum, benar. Keduanya memulainya dalam taburan harap yang nyata. Aroma harum mewangi yang menyengat hidung-hidung pendamba rindu.Menawarkan selaksana jenaka yang beraras dalam hasrat mendalam.Ciptaan Yoseph Tote, M.Si-Agas Andreas, SH.MHum menjadi lukisan sejarah yang abadi hingga keabadian itu sendiri. Proficiat Mekas Yoseph dan Mekas Ande. Doa kami untukmu berdua selalu bercium-ciuman.

Untukmu berdua kraeng tua. Saya mengulangi pahatan hati, Ebiet G. Ade. Maafkan..bila berlebihan. Tetapi kurasakan makna tulisanmu. Meski samar tapi jelas tegas!

Tahun 2012 lalu. Purnama sedang memancarkan cahaya bagi alam. Bulan penuh. Pendar cahayanya utuh. Di saat itulah Mekas Yoseph dan Mekas Ande menulis semuanya. Lehong yang sunyi senyap jadi gebyar hangat. Lehong diresmikan jadi pusat pelayanan. Kantor-kantor dimanfaatkan. Perayaan syarat makna ditandai darah kabha (kerbau-Red).

Masyarakat Manggarai Timur yang hadir pada saat itu terpukau kaku menyaksikan “keajaiban” yang telah disulam mekas berdua. Kisah itu sulit terbantahkan. Mekas berdua adalah  tokoh pertama yang meletakan sejarah di Manggarai Timur ini. Mekas berdua adalah  batu wadas. Di atas wadas mekas berdualah  anyaman harapan rakyat terawat dan terjaga. Terpelihara sepanjang masa.

Tetapi, akhir-akhir ini menjelang HUT yang ke-13 Kabupaten Manggarai Timur. Usia seperti remaja lepas landas ada ratap tangis dan kretak gigi.Tangis mereka berbalas pantun. Terutama nasib 11 ASN, istri dan anak-anaknya. Air mata mereka kering.Padahal mereka punya hak.Proses hukum mereka menang. Pendekatan sudah mereka tempuh. DPRD Matim sendiri tidak keberatan. Bahkan mendukung sepenuhnya agar 11 ASN itu diaktifkan kembali. Mau apalagi.

Hingga kini- nasib 11 ASN itu seperti  neraka yang membakar seluruh nyawa keluarganya. Mengapa begitu sulit? Dalam kondisi serba sulit mereka harus berselencara dalam “tanur api” itu. Mengumpulkan keping-keping kekuatan yang terlepas. Menguatkan harapan tersisa dari hela napas yang ada. Mereka susah. Mereka sudah mengorbankan segalanya dan harus dikorbankan lagi.Mereka bukan saja seperti sudah jatuh tertimpah tangga. Tetapi lebih dari itu. “Tangga” dan “rumah-rumahnya” hilang.

 Padahal 11 ASN itu sudah mengantongi kekuatan hukum tetap atau inkracth. Mengapa bertele-tele. Berkelit dan berlarut-larut? Mengapa kekuataan hukum tetap  harus takluk di hadapan lembaran kertas surat BKN.Padahal putusan hukum PTUN sama nilainya dengan produk Undang-Undang. Dengan demikian produk hukum yang kedudukannya selevel Undang-Undang itu wajib ditaati dan dijalankan.

Kalau Presiden Joko Widodo saja taat terhadap putusan PTUN, mengapa Pemda Manggarai Timur  masih bersikukuh tunduk taat pada surat BKN? “Mengapa Pemda Manggarai Timur lebih “bertekuk lutut” terhadap suat BKN No. F IV 26-30/V 55-2/62 dari pada putusan majelis hakim PTUN No. 23/G/2018/PTUN.KPG dan No.49/G/2018/PTUN.KPG, tanggal 15 Mei 2019? Apakah kedudukan surat  BKN No. F IV 26-30/V 55-2/62 jauh lebih tinggi dari putusan majelis hakim PTUN yang telah inkracth?

Ambivalennya sikap itulah, tidak berlebihan jika, Anton Ali,S.H,M.Hum kuasa hukum 11 ASN itu pertanyakan sekaligus meyesalkan sikap Bupati Ande Agas. Seharusnya putusan PTUN Kupang itu jadi proritas Bupati Ande Agas.Sebab   keputusan majelis hakim PTUN Kupang berkaitan dengan hak asasi 11 ASN itu. Dan semuanya sudah terkonfirmasi dalam amar putusan majelis hakim. Dengan  jelas menyatakan menghukum tergugat untuk mengembalikan harkat dan martabat 11 ASN pada keadaan dan kedudukan semula.

“Makna dari frasa “keadaan dan kedudukan semula” demikian Anton Ali, artinya status 11 orang  tersebut sebagai ASN dengan pangkat dan jabatan seperti semula sebelum diberhentikan. Sebab pemberhentian 11 ASN dinyatakan tidak sah, dibatalkan dan atau dicabut. Amar putusan ini secara jelas menyatakan bahwa pemberhentian 11 ASN itu dianggap tidak pernah ada, sehingga 11 ASN tersebut harus kembali pada keadaan-posisi semula.

Tetapi hingga saat ini, meski sudah berulang kali 11 orang ASN pertanyakan hal  itu, namun alasan Pemerintah Daerah Manggarai Timur selalu sama. Bahwa surat BKN pusat yang konon katanya bersifat rahasia, menyulitkan pihak  pemerintah ambil langkah. Alasan yang menyulitkan pihak pemerintah  karena dalam surat itu memuat perintah Bupati Manggarai Timur harus menerbitkan kembali keputusan baru pemberhentian tidak dengan hormat bagi 11 ASN itu.  

Di sinilah titik krusial yang menyulitkan Pemerintah Daerah Manggarai Timur. Sepertinya Pemda Manggarai Timur tidak tega kalau diaktifkan sehari, lalu hari berikutnya harus terbitkan lagi surat pemberhentian.

Tetapi dalam logika pemahaman yang amat sederhana. Bahwa 11  Orang  ASN itu dipecat Bupati Manggarai Timur berdasarkan perintah bersama tiga Manteri RI. Ada alasan hukum pemecatan  mereka. Demikian pun 11 orang ASN itu diaktifkan kembali ada alasan hukumnya. Yakni amar putusan majelis hakim PTUN Kupang. Andaikan 11 orang ASN diaktifkan kembali dan harus dipecat lagi apa alasan hukumnya? Landas pijak apa yang jadi rujukan bagi Bupati Manggarai Timur untuk pecat mereka lagi.

Kantor Bupati Manggarai Timur di Lehong, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur. Foto/Ist

Surat BKN No. F IV 26-30/V 55-2/62, tanggal 13 Maret 2020 itu diduga mengandung beberapa kejanggalan. Indikatornya, pertama tidak terlihat kode-tanda pengesahan dari pejabat tertinggi BKN. Biasanya-normalnya surat-surat resmi selalu ada paraf kecil pada pangkat dan jabatan pihak yang mengeluarkan surat. Kedua,tidak ada stempel resmi instansi bersangkutan. Ketiga, sifat surat rahasia. Padahal surat BKN itu menjawab Surat Bupati Manggarai Timur No. HK.180/23/II/2020, tanggal 17 Pebruari 2020. Dalam konteks ini surat-menyurat itu tidak bersifat rahasia.

Keempat, ini agak rancu. Fatal. Bahwa sesuai struktur Lembaga-Organisasi  BKN, benar Dr. Achmad Slamet Hidayat, menduduki jabatan Direktur IV  Bidang  Pengawasan dan Pengendalian.Tetapi yang bersangkutan  tidak mengurus wilayah kerja KANREG X BKN DENPASAR. Wilayah kerja KANREG X BKN Denpasar di bawah koordinasi, pengawasan dan pengendalian Direktur III.

Di titik inilah menguak tanya.Apakah Direktur IV BKN berhak mengeluarkan surat untuk wilayah kerja KANREG X BKN DENPASAR-yang nota bene bukan termasuk wilayah tanggung jawabnya?

Pikiran saya jadi kotor. Kembali ke pengalaman beberapa waktu lalu.Tentang urus Bandara Tanjung Bendera. Saat itu-sesuai jejak digital diskusi dan komunikasi Pemda Manggarai Timur bukan dengan Dirjen Perhubungan Udara. Tetapi dengan Dirjen Perkeretaapian Kementrian Perhubungan RI. Hasilnya? Isi sendiri.

 Saya khwatir atau menduga saja. Ini dugaan saja.Komunikasi  tim terkait  Pemda Manggarai Timur terkait urusan nasib 11 ASN itu serupa nasib itu. Artinya diskusi   bukan dengan Direktur III yang menangani wilayah kerja KANREG X BKN Denpasar. Tetapi dengan Direktur IV.Tidak heran jika komunikasi salah arah maka produk suratnya tidak menjawabi esensinya.

Sebagai pembanding. Tidak perlu jauh-jauh. Pemda Manggarai. Ada keputusan hukum tetap dari PTUN. Perintahnya jelas. PNS  yang dipecat itu diaktifkan kembali. Pemda Manggarai jalankan itu.Setelah aktif kembali PNS yang telah dipecat itu lapor BKN.Selesai soal. Hasilnya, PNS bersangkutan terima gaji normal. Bahkan gaji 13 berhak mereka peroleh. Terkini Pemda setempat sedang ajukan kekurangan-kekurangan gaji PNS itu. Lalu Manggarai Timur?

Kita berharap menjelang HUT ke-13 Kabupaten Manggarai Timur ini ada ‘keajaiban’ dari Lehong sana.Mudah-mudahan.  (Kanis Lina Bana/FMC)

Share :

Baca Juga

Editorial

Geodiversity Menuju Geopark, Konsep Alternatif Geowisata

Editorial

Investasi dan Konflik Agraria

Editorial

Paradoks Kawasan Strategis Pariwisata Nasional